fbpx
Skip to content

Cara Mengatasi Budaya Toxic Productivity di Perusahaan

Cara Mengatasi Budaya Toxic Productivity di Perusahaan

Budaya toxic productivity adalah fenomena yang terjadi ketika karyawan dalam sebuah perusahaan merasa terjebak dalam siklus kerja tanpa henti. Karyawan terus-menerus didorong untuk mencapai hasil maksimal dengan mengorbankan kesehatan fisik, mental, dan keseimbangan hidup. 

Dalam lingkungan kerja yang memiliki budaya ini, produktivitas menjadi satu-satunya tolok ukur kesuksesan. Bahkan karyawan sudah mulai merasa bersalah ketika beristirahat karena dianggap membuang-buang waktu. 

Budaya yang seperti ini tidak sehat bagi karyawan dan perusahaan jika terus berlangsung dan tidak segera diatasi. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil oleh perusahaan untuk mengatasinya. 

Apa itu Budaya Toxic productivity?

Mengutip dari Asana, toxic productivity merupakan dorongan untuk selalu produktif dengan mengorbankan kesehatan fisik dan mental. Individu yang mengalami hal ini akan terus mendorong dirinya melakukan kegiatan yang produktif dengan memaksakan diri dan mengabaikan hal-hal lain yang dianggap tidak produktif dan membuang-buang waktu. 

Menjadi produktif memang merupakan pencapaian dan suatu hal yang positif, namun jika kebablasan hal itu justru bisa berdampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan. Toxic productivity bisa menyebabkan kelelahan, depresi, stres, yang mana hal itu pada akhirnya akan berdampak pada penurunan produktivitas yang signifikan. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh MIT Sloan Management Review, menunjukkan bahwa budaya perusahaan yang toxic, berdampak signifikan terhadap pengunduran diri karyawan. Adapun beberapa ciri-ciri budaya perusahaan yang toxic meliputi beberapa hal berikut:

  • Diskriminasi. 
  • Tidak adanya dukungan dari manajemen dan lingkungan di tempat kerja.
  • Beban kerja berlebih dan tidak realistis.
  • Komunikasi yang buruk.
  • Tingkat kelelahan yang tinggi. 
  • Pergantian perusahaan yang tinggi. 

Cara Mengatasi Budaya Toxic productivity

Jika perusahaan memiliki budaya yang toxic, akan sulit untuk memperbaikinya. Perlu konsistensi dan waktu untuk perlahan-lahan mengubah budaya yang sudah lama dipraktikkan oleh anggota perusahaan. 

Normalnya, manusia membutuhkan istirahat yang cukup untuk memiliki tubuh dan mental yang sehat. Dengan kesehatan fisik dan mental, manusia bisa bekerja lebih banyak dan lebih produktif. 

Memaksakan diri untuk tetap produktif di saat tubuh sudah memberikan sinyal lelah bukanlah hal yang patut untuk dibanggakan. Perusahaan yang mengabaikan kesejahteraan karyawan akan perlahan-lahan kehilangan karyawan-karyawan terbaiknya dan menyebabkan produktivitas perusahaan menurun. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memutus budaya toxic productivity di perusahaan:

1. Mendorong Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work-Life Balance)

Cara yang pertama adalah dengan mendorong work life balance. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. 

Mengizinkan karyawan untuk memiliki waktu istirahat yang cukup dan melarang komunikasi kerja di luar jam kerja dapat membantu mereka merasa lebih rileks dan fokus saat bekerja. Sebagai contoh, perusahaan dapat menerapkan kebijakan no emails di luar jam kerja atau selama akhir pekan.

Keseimbangan kehidupan kerja tidak hanya memberikan dampak positif pada kesejahteraan karyawan tetapi juga meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Karyawan yang merasa segar dan termotivasi cenderung lebih fokus dan efektif saat bekerja.

2. Mengubah Pola Penilaian Kinerja

Sering kali budaya toxic productivity muncul karena perusahaan hanya menilai kinerja berdasarkan seberapa banyak waktu yang dihabiskan di kantor atau seberapa banyak pekerjaan yang diselesaikan, tanpa memperhatikan kualitas hasilnya. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan perlu mengubah pola penilaian kinerja yang lebih berfokus pada hasil dan dampak daripada hanya pada kuantitas pekerjaan.

Membuat target yang realistis dan memberikan fleksibilitas kepada karyawan dalam mencapai target tersebut dapat mengurangi tekanan yang berlebihan. Penilaian yang lebih holistik dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti inovasi, kreativitas, serta kontribusi terhadap tim dan budaya perusahaan akan lebih sehat dan mendukung kesejahteraan jangka panjang karyawan.

3. Mengatur Beban Kerja yang Wajar

Beban kerja yang berlebihan merupakan salah satu penyebab utama munculnya budaya toxic productivity. Perusahaan harus memastikan bahwa beban kerja karyawan tidak terlalu berat dan sesuai dengan kapasitas mereka. 

Melakukan job analysis atau analisis pekerjaan merupakan langkah yang tepat untuk memastikan bahwa setiap karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sesuai. Selain itu memberikan waktu istirahat yang cukup seperti cuti, opsi kerja dari rumah dan lain sebagainya bisa menjadi solusi efektif untuk mencegah kelelahan.

4. Menghindari Micromanagement

Micromanagement seringkali menjadi sumber stres bagi karyawan. Ketika atasan terus-menerus memantau setiap gerakan dan keputusan karyawan, mereka cenderung merasa tidak dipercayai dan menjadi tidak nyaman dalam melakukan pekerjaan mereka. Hal ini tidak hanya mengurangi kepercayaan diri karyawan, tetapi juga memicu kecemasan dan menambah beban mental yang tidak perlu.

Pada akhirnya, karyawan akan berusaha menutupi kecemasan tersebut dengan berusaha produktif. Hingga tanpa disadari hal itu justru berdampak buruk bagi kesehatan karyawan. 

Untuk mengatasi ini, perusahaan perlu memberikan otonomi yang lebih besar kepada karyawan. Percayakan mereka untuk menyelesaikan tugas dengan cara yang mereka sendiri. Memberikan kepercayaan pada karyawan tidak hanya akan meningkatkan kepuasan kerja mereka, tetapi juga memungkinkan mereka bekerja lebih efektif dan kreatif.

5. Mengembangkan Kepemimpinan yang Mendukung

Peran pemimpin dalam menciptakan budaya kerja yang sehat sangatlah penting. Pemimpin yang mendukung karyawan dengan cara yang positif akan membantu mengurangi tekanan berlebih di tempat kerja. Mereka dapat memotivasi karyawan untuk bekerja secara efektif tanpa harus terjebak dalam siklus toxic productivity.

6. Menghargai Pencapaian Kecil

Budaya toxic productivity sering kali membuat karyawan merasa bahwa pencapaian kecil tidak cukup dihargai. Dengan demikian karyawan akan terus-menerus merasa perlu mencapai sesuatu yang besar untuk mendapatkan pengakuan. 

Perusahaan dapat mengubah ini dengan memberikan apresiasi bahkan untuk pencapaian kecil yang dilakukan oleh karyawan. Dengan memberikan apresiasi ini, karyawan akan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik tanpa merasa terbebani oleh ekspektasi yang tidak realistis.

Budaya toxic productivity adalah tantangan yang harus diatasi oleh perusahaan demi kesejahteraan karyawan dan keberlanjutan bisnis jangka panjang. Dengan melakukan beberapa cara di atas, diharapkan perusahaan dapat memutus rantai toxic tersebut.

Kelas HR

Grow Together

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cara Mengatasi Budaya Toxic Productivity di Perusahaan
× Chat Admin Kelas HR