
Kontrak kerja adalah dokumen yang menjadi dasar hubungan kerja antara karyawan dan pemberi kerja. Dalam kontrak tersebut memuat syarat kerja, hak, kewajiban dan ketentuan lain-lain mengenai hubungan kerja yang disepakati oleh para pihak. Biasanya perusahaan akan memberikan salinan kontrak kerja pada karyawan. Namun, bagaimana jika perusahaan tidak memberikan salinan kontrak kerja karyawan tersebut?
Apakah perusahaan wajib memberikan salinan kontrak? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.
Apa Itu Kontrak Kerja?
Sebelum membahas lebih lanjut, pahami terlebih dahulu apa itu kontrak kerja. Kontrak kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Dapat dikatakan bahwa kontrak kerja adalah pondasi dari suatu hubungan kerja. Di Indonesia telah diatur bahwa kontrak kerja yang berlaku dapat dibuat dalam bentuk:
- Tertulis: Biasanya berbentuk surat perjanjian kerja dengan tanda tangan kedua pihak.
- Lisan: Hanya diperbolehkan dalam PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
Perbedaan PKWT dan PKWTT
PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau perjanjian kerja kontrak yang dibuat dalam jangka waktu tertentu atau untuk selesainya pekerjaan tertentu. Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja yang dibuat tanpa batasan waktu atau yang disebut dengan perjanjian kerja tetap.
Keduanya memiliki perbedaan salah satunya dalam bentuk perjanjiannya. PKWTT dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Dalam hal PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan harus membuat surat pengangkatan. Bagi perusahaan yang tidak membuat surat pengangkatan, dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp5 juta dan paling banyak Rp50 juta.
Sedangkan PKWT hanya dapat dibuat dalam bentuk tertulis. Jika dibuat secara lisan maka PKWT tersebut berubah menjadi PKWTT, sebagaimana dalam pasal 57 ayat 2 UU Ketenagakerjaan.
Apakah Perusahaan Wajib Memberikan Salinan Kontrak Kerja?
Jawabannya adalah Ya, perusahaan wajib memberikan salinan kontrak kerja kepada karyawan. Hal ini ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 54 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa:
“Perjanjian kerja dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua dan ditandatangani oleh para pihak, masing-masing pihak menerima satu perjanjian kerja.”
Artinya, setiap karyawan berhak mendapatkan satu salinan kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Salinan ini penting sebagai bukti hukum apabila terjadi perselisihan atau sengketa di kemudian hari.
Konsekuensi Jika Perusahaan Tidak Memberikan Salinan Kontrak
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja tidak disebutkan secara tegas sanksi bagi perusahaan jika tidak memberikan salinan kontrak kerja karyawan. Namun, sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 ayat 3 UU ketenagakerjaan, maka masing-masing pihak yang berkontrak wajib memiliki salinan kontrak yang telah disepakati.
Lantas apa yang akan terjadi jika perusahaan tidak memberikan salinan tersebut? Konsekuensi dari tindakan ini, diantaranya:
1. Potensi Sengketa Hukum
Tanpa salinan kontrak kerja, karyawan tidak memiliki pegangan yang kuat untuk menuntut hak-haknya. Hal ini bisa menimbulkan konflik seperti:
- Perselisihan mengenai upah
- Jam kerja yang tidak sesuai
- Pemutusan hubungan kerja sepihak
- Hak cuti atau tunjangan yang tidak diberikan
2. Melemahkan Posisi Perusahaan di Mata Hukum
Jika terjadi perselisihan dan perusahaan tidak dapat menunjukkan bahwa kontrak kerja telah diberikan atau ditandatangani, maka hal tersebut dapat merugikan posisi perusahaan dalam proses mediasi atau pengadilan hubungan industrial. Beban pembuktian bisa berbalik kepada perusahaan.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Tidak Mendapat Salinan Kontrak Kerja?
Kontrak kerja tertulis yang ditandatangani dan disimpan oleh karyawan berfungsi sebagai dokumen legal untuk menuntut hak jika terjadi pelanggaran oleh perusahaan. Jika karyawan tidak diberikan salinan kontrak kerja, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Meminta Secara Resmi ke HRD atau Atasan Langsung
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah meminta salinan kontrak secara sopan dan profesional kepada HRD atau pihak manajemen. Atau dapat juga disebut dengan perundingan bipartit, gunakan email, surat tertulis atau tatap muka secara langsung untuk melakukannya.
2. Mediasi dengan Perundingan Tripartit
Jika permintaan tidak merespons, maka karyawan dapat melakukan perundingan tripartit. Karyawan dapat melakukan mediasi dengan ditengahi oleh Dinas Ketenagakerjaan setempat. Disnaker memiliki wewenang untuk melakukan pembinaan dan penindakan terhadap perusahaan yang melanggar aturan ketenagakerjaan.
3. Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
Jika permasalahan semakin kompleks, karyawan dapat berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum atau pengacara ketenagakerjaan melayangkan gugatan ke pengadilan hubungan industrial sebagai langkah terakhir. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa dalam hubungan industrial simak penjelasannya di artikel berikut.
Kontrak kerja bukan sekadar formalitas, melainkan dokumen hukum yang sangat penting dalam hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan. Ketika perusahaan tidak memberikan salinan kontrak kerja karyawan, hal ini tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Karyawan berhak untuk menuntut salinan kontrak kerja sebagai bentuk perlindungan atas hak-haknya. Sementara itu, perusahaan sebaiknya taat pada regulasi demi menciptakan hubungan kerja yang adil, transparan, dan profesional.
Intensive HR Training, Belajar HR Bareng Profesional!
Untuk mengoptimalkan pengelolaan HR di perusahaan perlu memiliki talent-talent HR yang profesional. Oleh karena itu, untuk menjadi HR yang next level dan memiliki pemahaman yang menyeluruh seputar HR, yuk belajar HR hanya di Kelas HR. Dengan 50++ kelas yang bisa diikuti, kamu bisa belajar HR dari A-Z dan bergabung dengan grup profesional HR dari seluruh Indonesia. Ada kelas gratis juga tiap bulan, lho !Jadi, tunggu apa lagi?
Kelas HR
Grow Together