
Hamil dan melahirkan merupakan kodrat seorang wanita. Selain menjadi momen yang penting bagi wanita, kondisi hamil dan melahirkan juga cukup rentan untuk dibawa bekerja, oleh sebab itu pemerintah telah memfasilitasi pekerja wanita untuk bisa mengambil cuti hamil dan cuti melahirkan.
Perlindungan terhadap ibu hamil dan melahirkan ini tidak hanya diatur dalam UU Ketenagakerjaan namun juga dalam UU KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak). Lantas bagaimana aturan mengenai cuti untuk ibu melahirkan tersebut, berapa lama cuti yang bisa diambil? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.
Table of Content
Hak Cuti Melahirkan dalam UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan
Aturan mengenai cuti hamil dan melahirkan telah diatur secara tegas dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja sebagai salah satu hak pekerja perempuan. Dengan demikian setiap pekerja perempuan berhak untuk mendapatkan jatah cuti tersebut.
Dalam pasal 82 Ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pekerja perempuan berhak untuk mendapatkan waktu istirahat selama 3 bulan. Hal tersebut dibagi menjadi 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan sesuai dengan rekomendasi dari dokter kandungan atau bidan.
Selama 3 bulan tersebut, pekerja perempuan yang mengambil cuti melahirkan tetap berhak atas upah penuh. Dengan demikian tidak dibenarkan bagi perusahaan apabila memangkas gaji pekerja tersebut atau bahkan melakukan PHK.
Sebab hak tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 81 No. 43 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 153 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut menjelaskan beberapa alasan PHK yang dilarang dilakukan oleh perusahaan, salah satunya karena pekerja hamil, melahirkan, gugur kandungan, dan menyusui.
Syarat Cuti Melahirkan 6 Bulan
Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam ketentuan Ketenagakerjaan bahwa hak cuti melahirkan hanya berlaku 3 bulan saja. Namun, dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama menjadi Undang-Undang, hak cuti bagi pekerja perempuan yang hamil dan melahirkan bisa menjadi 6 bulan.
Dilansir dari CNN Indonesia, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 4 Ayat 3 UU KIA yang mana menyebutkan ibu yang baru saja melewati proses persalinan berhak untuk mendapatkan hak istirahat minimal 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan setelahnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan adanya surat keterangan dari dokter. Dengan demikian total cuti yang didapatkan adalah 6 bulan.
Kendati demikian, mengutip dari Kompas.com Ace Hasan Syadzily, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, menjelaskan bahwa hak cuti yang sesungguhnya adalah 3 bulan bukan 6 bulan sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. Sebab setelah mendapatkan cuti 3 bulan pertama dan hendak memperpanjang 3 bulan berikutnya ada syarat kondisi tertentu sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 Ayat 5 UU KIA yaitu:
- Ibu mengalami masalah kesehatan.
- Ibu mengalami gangguan kesehatan.
- Komplikasi pasca persalinan atau keguguran.
- Bayi yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan dan atau komplikasi.
Perhitungan Gaji Bagi Pekerja Perempuan yang Cuti Melahirkan 6 Bulan
Jika merujuk pada UU Ketenagakerjaan, pemberi kerja dilarang untuk melakukan PHK kepada pekerja yang sedang hamil dan melahirkan dan memiliki kewajiban untuk tetap memenuhi hak pekerja tersebut. Termasuk dalam kewajiban memberikan upah kepada pekerja.
Tak dapat dipungkiri jika dengan disahkannya RUU KIA menjadi UU KIA menuai pro dan kontra. Terlebih lagi terkait potensi keengganan perusahaan mempekerjakan pekerja perempuan karena ketentuan cuti yang diperpanjang.
Sebab cuti melahirkan termasuk salah satu hak pekerja yang termasuk dalam paid leave. Dengan demikian pengusaha tetap harus membayarkan upah pekerja meskipun mereka tidak melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya. Namun, hal tersebut ternyata juga telah dirumuskan dalam pasal 5 ayat 2 UU KIA yang mana perhitungan gaji selama cuti melahirkan adalah sebagai berikut:
- Mendapatkan gaji utuh selama 4 bulan pertama.
- Mendapatkan gaji sebesar 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
Ketentuan tersebut merupakan hak pekerja perempuan yang wajib dipenuhi oleh pemberi kerja. Apabila pemberi kerja tidak memenuhi hak tersebut maka pekerja perempuan berhak untuk mendapatkan pendampingan hukum dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk mendapatkan hak-haknya.
Kapan Cuti Melahirkan 6 Bulan Berlaku?
Ketentuan mengenai cuti melahirkan hingga 6 bulan tersebut saat ini belum dapat diterapkan. Namun pemerintah mengusahakan untuk bisa memberlakukan UU KIA tersebut secepatnya.
Dengan adanya cuti bagi ibu yang melahirkan hingga 6 bulan diharapkan dapat menekan angka stunting yang ada di Indonesia dan mempersiapkan generasi yang kuat untuk mencapai Indonesia emas 2045. Dengan demikian dalam waktu cuti tersebut bisa memberikan perhatian khusus bagi kesehatan ibu dan tumbuh kembang anak.
Prosedur Pengajuan Cuti Melahirkan
Setiap perusahaan umumnya memiliki aturan tersendiri mengenai prosedur cuti hamil dan melahirkan bagi pekerjanya. Mengenai waktu yang tepat pengambilan cuti melahirkan adalah 1,5 bulan sebelum melahirkan. Namun beberapa perusahan memberikan kebebasan mengenai waktu pengambilan cuti selama akumulasi dari waktu cuti yang diambil adalah 3 bulan.
Untuk mengajukan cuti kepada perusahaan pastikan untuk memberikannya mendadak. Mengingat lamanya waktu cuti yang diambil, maka memberitahukan kepada HR dari jauh-jauh hari adalah hal yang tepat. Selain itu pastikan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dimiliki dan delegasikan pekerjaan-pekerjaan yang ditinggalkan kepada rekan kerja selama melakukan cuti.
Nah, itu tadi adalah penjelasan singkat mengenai aturan cuti melahirkan terbaru yang bisa didapatkan pekerja perempuan. Cuti tersebut sia didapatkan maksimal selama 6 bulan dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Kelas HR
Grow Together