Berbeda dengan pekerja laki-laki, perempuan memiliki siklus reproduksi yang istimewa. Mulai dari haid, hamil, melahirkan, bahkan pada kasus tertentu situasi yang kurang menyenangkan terjadi seperti keguguran. Kondisi-kondisi tersebut membuat perempuan membutuhkan perlakuan khusus karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Untuk melindungi hak-hak perempuan tersebut, pemerintah memberikan hak cuti melahirkan, keguguran berhak cuti haid bagi pekerja perempuan. Hak-hak tersebut tercantum dalam regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, dengan demikian pemberi kerja perlu memahami dan memberikan hak pekerja sebagaimana mestinya.
Lantas bagaimana aturan cuti untuk pekerja perempuan tersebut? SImak penjelasannya di Bawah ini.
Table of Content
Waktu Kerja
Dalam undang-undang Ketenagakerjaan telah diatur waktu kerja untuk pekerja. Setiap pengusaha wajib untuk melaksanakan ketentuan ini untuk melindungi hak-hak pekerja dan menghindari eksploitasi terhadap pekerja. Dalam pasal 77 Ayat 2 UU Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa waktu kerja adalah sebagai berikut:
- 7 jam per hari dan 40 jam per minggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
- 8 jam per hari dan 40 jam per minggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Namun ketentuan waktu tersebut tidak berlaku untuk sektor usaha tertentu. Lebih lanjut, pengusaha bisa mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan dengan syarat:
- Ada persetujuan dari pekerja.
- Waktu kerja lembur paling banyak adalah 3 jam dalam sehari dan 14 jam dalam seminggu.
- Pekerja yang dipekerjakan secara lembur ini berhak untuk mendapatkan upah lembur.
- Pemberi kerja memberikan makanan paling sedikit 1.400 kilo kalori apabila pekerjaan dilakukan selama 4 jam atau lebih.
- Memberikan pekerja kesempatan untuk istirahat.
Waktu Kerja Pekerja Perempuan
Terdapat ketentuan khusus perempuan dalam UU Ketenagakerjaan mengenai pekerja perempuan. Dalam 76 UU Ketenagakerjaan menjelaskan beberapa ketentuan khusus mengenai jam kerja bagi pekerja perempuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Pekerja perempuan berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
- pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi bayi maupun ibu hamil apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai pukull 07.00.
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan pada jam tersebut wajib untuk memberikan makanan dan minuman yang bergizi dan menjaga keamanan pekerja selama di tempat kerja.
- Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Aturan Cuti Melahirkan, Keguguran dan Haid
Sesuai dengan amanat pasal 79 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan juga cuti kepada pekerja. Khusus untuk pekerja perempuan ada beberapa waktu kerja dan cuti tertentu yang bisa didapatkan, diantaranya adalah cuti melahirkan, cuti keguguran dan cuti haid. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai cuti tersebut:
1. Cuti Melahirkan
Hamil dan melahirkan merupakan kodrat perempuan. Salah satu hak khusus yang bsia didapatkan perempuan adalah mendapatkan hak cuti melahirkan.
Berdasarkan pasal 82 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak untuk mendapatkan waktu cuti hamil dan melahirkan selama 3 bulan yang mana dapat diambil 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Waktu cuti tersebut dapat diperpanjang hingga 6 bulan dengan ketentuan tertentu. Selama waktu cuti tersebut pekerja tetap berhak untuk mendapatkan upah penuh selama 3 bulan.
2. Cuti Keguguran
Selanjutnya, pekerja perempuan yang mengalami keguguran juga berhak untuk mendapatkan waktu istirahat. Dalam pasal 82 Ayat 2 UU ketenagakerjaan, pekerja yang keguguran berhak atas cuti selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dari dokter maupun bidan.
3. Cuti Haid
Tak hanya dalam kondisi hamil dan melahirkan, perempuan yang sedang haid juga berhak untuk mendapatkan waktu istirahat. Kondisi haid yang dialami perempuan berbeda-beda, bahkan ada yang membuat perempuan tersebut menjadi kesulitan untuk beraktivitas. Oleh sebab itu untuk melindungi hak-hak perempuan, pemerintah memberikan kesempatan kepada pekerja untuk tidak masuk kerja.
Hal ini diatur dalam pasal 81 Ayat 1 UU ketenagakerjaan, bagi pekerja perempuan yang mengalami haid dan merasakan kesakitan tidak wajib bekerja pada hari pertama dan hari kedua masa haid. Ketentuan mengenai cuti haid ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.
Nah, itu tadi adalah penjelasan singkat mengenai aturan cuti melahirkan, keguguran dan cuti hak yang berhak didapatkan oleh pekerja perempuan. Semoga bermanfaat!
Kelas HR
Grow Together