fbpx
Skip to content

Tuntutan Batas Usia Pelamar Kerja Ditolak, Bentuk Diskriminasi di Tempat Kerja?

Tuntutan Batas Usia Pelamar Kerja Ditolak, Bentuk Diskriminasi di Tempat Kerja?

Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mengenai batas usia pelamar kerja yang diajukan oleh seorang penggugat, dengan alasan bahwa pembatasan usia dalam perekrutan tenaga kerja tidak bertentangan dengan UUD 1945. Keputusan ini menjadi topik diskusi hangat, terutama dalam konteks apakah pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan merupakan bentuk diskriminasi di tempat kerja.

Pasalnya pada realitanya banyak pencari kerja yang susah mendapatkan pekerjaan karena terhalang syarat usia yang dicantumkan pencari kerja pada lowongan pekerjaan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu yang satu ini, simak penjelasannya sebagai berikut!

Hasil Putusan MK Terkait Batas Usia Pelamar Kerja

Mengutip dari Kompas.com, gugatan uji materiil yang dilayangkan oleh Leonardo Olefins Hamonangan seorang warga Bekasi kepada MK terkait dengan batas usia bagi pelamar kerja ditolak oleh MK. Dalam perkara nomor 35/PUU-XXII/2024 tersebut, pemohon mempermasalahkan aturan yang ada dalam pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang dianggap memberikan diskriminasi terhadap pencari kerja.

Sebab pada pasal tersebut memuat frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” yang mana pemohon menganggap hal itu dapat memunculkan diskriminasi. Kendati demikian pada pembacaan amar putusan pengadilan pada Selasa, 30 Juli 2024 Ketua MK Suhartoyo menolak permohonan tersebut. 

MK beralasan batasan usia yang diberikan oleh pencari kerja bukanlah bentuk diskriminasi. Terkait dengan diskriminasi di tempat kerja, telah diatur dalam pasal 5 UU ketenagakerjaan yang mana setiap tenaga kerja memperoleh kesempatan yang sama tanpa diskriminasi. Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan terkait dengan batasan diskriminatif adalah apabila pemberi kerja membeda-bedakan suku, ras atau etnis, agama ataupun golongan tertentu saat mencari tenaga kerja.

Pembatasan Usia: Alasan dan Dampaknya

Diskriminasi usia dalam konteks pekerjaan merujuk pada perlakuan yang tidak adil terhadap individu berdasarkan usia mereka. Hal ini sering terjadi ketika perusahaan atau lembaga mematok batas usia tertentu dalam lowongan kerja, yang secara otomatis mengecualikan pelamar di luar rentang usia tersebut. 

Pada dasarnya, pembatasan ini bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi karena menghambat peluang kerja bagi individu yang sebenarnya memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Misalnya pemberi kerja memberi batasan lowongan pekerjaan hanya untuk usia 18-25 tahun saja. 

Pemberi kerja biasanya menetapkan batas usia dengan beberapa alasan, seperti kebutuhan tenaga kerja yang lebih segar, dinamis, dan mudah beradaptasi dengan teknologi terbaru. Namun, batasan ini juga menimbulkan pertanyaan apakah usia benar-benar menjadi indikator yang tepat untuk menilai kemampuan seseorang. Faktanya, banyak individu di luar rentang usia yang ditetapkan justru memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang lebih muda.

Keputusan MK untuk menolak gugatan ini memperkuat posisi bahwa batasan usia dapat diterima dalam dunia kerja, selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Namun, keputusan ini juga memicu perdebatan tentang keadilan dan kesetaraan dalam kesempatan kerja.

Mengutip dari Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum, Ahli Ketenagakerjaan Tadjudin Nur Effendi juga mengkritik syarat usia yang ditetapkan dalam rekrutmen. Menurutnya, kompetensi yang seharusnya menjadi tolok ukur rekrutmen bukan batasan usia.

Ageisme di Tempat Kerja

Penolakan tuntutan batas usia ini memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang signifikan. Di satu sisi, hal ini dapat memperkuat stigma bahwa tenaga kerja di atas usia tertentu kurang produktif atau tidak relevan dengan kebutuhan industri saat ini. 

Diskriminasi usia bagi pekerja ini juga dikenal dengan ageisme. Ageisme adalah bentuk diskriminasi usia, hal ini tidak hanya terjadi pada pembatasan usia pelamar kerja, namun juga bisa dalam bentuk lainnya, seperti:

  • Ide yang ditawarkan diabaikan karena alasan usia.
  • Selalu memberikan komentar negatif mengenai usia tertentu. 
  • Disepelekan karena dianggap usia belum cukup berpengalaman bagi yang berusia rendah. 
  • Tidak memberikan kesempatan promosi atau kenaikan gaji. 
  • Tidak dilibatkan dalam rapat karena usia dianggap terlalu muda. 

Di sisi lain, ageisme di tempat kerja ini dapat memicu gerakan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang lebih adil, terutama bagi mereka yang merasa terdiskriminasi karena usia. Selain itu, perusahaan mungkin akan kehilangan kesempatan untuk merekrut tenaga kerja yang berpengalaman dan berkompeten hanya karena alasan usia. 

Ini bisa menjadi kerugian besar bagi organisasi yang membutuhkan karyawan dengan keahlian khusus yang mungkin tidak dimiliki oleh tenaga kerja yang lebih muda atau yang lebih tua. Untuk mengatasi isu ini, diperlukan perubahan paradigma dalam dunia kerja.

Perusahaan perlu lebih fokus pada kompetensi dan pengalaman daripada sekadar melihat usia sebagai faktor utama dalam perekrutan. Selain itu, regulasi yang lebih jelas dan ketat tentang diskriminasi usia juga perlu diterapkan untuk melindungi hak-hak pekerja.

Kesimpulannya, meskipun batas usia pelamar kerja dalam lowongan kerja masih dianggap sah menurut hukum, penting untuk diakui bahwa hal ini bisa menjadi bentuk diskriminasi. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara kebutuhan industri dan hak-hak individu untuk mendapatkan kesempatan kerja yang setara, tanpa terhalang oleh usia.

Kelas HR

Grow Together

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tuntutan Batas Usia Pelamar Kerja Ditolak, Bentuk Diskriminasi di Tempat Kerja?
× Chat Admin Kelas HR