Jenis perjanjian kerja dibagi menjadi 2 yaitu PKWT (Perjanjian kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). Kontrak kerja dengan menggunakan PKWT maupun PKWTT umumnya dibuat secara tertulis dalam bentuk surat perjanjian kerja karyawan.
Namun bolehkah jika kontrak kerja tersebut tidak dibuat secara tertulis? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.
Perjanjian Kerja Lisan
Regulasi Ketenagakerjaan yang berlaku mengakui perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal tersebut sebagaimana dalam Pasal 51 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa, perjanjian kerja dibuat secara tertulis maupun lisan.
Dalam suatu hubungan industrial, perjanjian kerja merupakan bagian yang sangat krusial dan tidak bisa disepelekan. Perjanjian kerja merupakan dasar yang mengikat bagi pemberi kerja dan pekerja yang memuat hal-hal mengenai syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Meskipun perjanjian kerja bisa dibuat secara lisan maupun tertulis, khusus untuk PKWT atau kerja kontrak pengusaha wajib membuat surat perjanjian kerja karyawan secara tertulis. Apabila PKWT dibuat secara lisan maka perjanjian tersebut dianggap sebagai PKWTT.
Sedangkan PKWTT yang bisa dibuat secara lisan, namun pengusaha juga tetap wajib membuatkan surat pengangkatan. Sebagaimana dalam pasal 63 UU Ketenagakerjaan, surat pengangkatan tersebut minimal harus memuat beberapa informasi berikut:
- Nama dan alamat karyawan.
- Tanggal mulai bekerja.
- Jenis pekerjaannya.
- Besarnya upah.
Akibat Hukum Jika Tidak Membuat Surat Perjanjian Kerja Karyawan
Perjanjian kerja yang dibuat mengikat para pihak yang terlibat. Dalam pembuatannya baik perjanjian kerja yang dibuat tertulis maupun secara lisan harus berdasarkan pada:
a. Kesepakatan kedua belah pihak.
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian yang dibuat bertentangan dengan ketentuan poin a dan b dapat dibatalkan karena tidak adanya kesepakatan dan kecakapan hukum dari pihak-pihak yang terlibat. Sedangkan jika isi perjanjiannya bertentangan dengan poin c dan d maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 57 ayat 1 dan 2 UU ketenagakerjaan, PKWT wajib dibuat secara tertulis. Apabila dibuat secara lisan maka PKWT tersebut berubah menjadi PKWTT. Dengan demikian, konsekuensinya adalah karyawan tersebut berhak untuk mendapatkan hak-hak yang didapatkan oleh karyawan PKWTT.
Selain itu mempekerjakan karyawan tanpa menggunakan surat perjanjian sebenarnya juga dapat berisiko bagi pemberi kerja itu sendiri. Sebab,
Isi Surat Perjanjian Kerja Karyawan
Dalam hal perjanjian kerja dibuat secara tertulis maka harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Menurut pasal 54 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, surat perjanjian kerja karyawan, minimal memuat:
- Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
- Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat karyawan.
- Jabatan atau jenis pekerjaan.
- Tempat pekerjaan.
- Besarnya upah dan cara pembayarannya.
- Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan karyawan.
- Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
- Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
- Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa kerja dengan sistem kontrak tidak boleh dilakukan secara lisan. Pemberi kerja wajib membuat surat perjanjian kerja karyawan, apabila pemberi kerja hanya membuat perjanjian secara lisan maka perjanjian tersebut secara otomatis berubah menjadi PKWT atau dengan kata lain status karyawan tersebut menjadi karyawan tetap.
Kelas HR
Grow Together