Mendapatkan dukungan dari suami selama proses hamil dan melahirkan membantu ibu memiliki mental yang sehat dan tentunya akan berdampak pada kesejahteraan anak dan keluarga. Lantas adakah ketentuan cuti melahirkan untuk suami agar bisa mendampingi istri yang baru saja melahirkan?
Jika melihat pada ketentuan dalam UU ketenagakerjaan, perempuan yang hamil dan melahirkan berhak mendapatkan waktu cuti selama 3 bulan dan tetap mendapatkan upah penuh. Lantas bagaimana dengan para suami? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.
Table of Content
Cuti Melahirkan Untuk Suami dalam UU Ketenagakerjaan
Cuti hamil dan melahirkan merupakan hak khusus yang diberikan kepada pekerja perempuan. Dalam hal ini pemberi kerja wajib memberikan hak cuti melahirkan dan membayarkan upahnya secara penuh selama durasi cuti tersebut.
Diatur dalam pasal 82 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, para pekerja perempuan berhak mendapatkan waktu cuti selama 3 bulan yaitu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Sedangkan cuti melahirkan untuk suami dalam UU Ketenagakerjaan hanya sebatas cuti suami menemai istri yang melahirkan.
Hal tersebut diatur dalam pasal 93 Ayat 2 UU Ketenagakerjaan yang mana menyebutkan beberapa ketentuan dimana pengusaha wajib membayarkan upah kepada pekerja yang tidak masuk kerja karena alasan tertentu. Salah satu alasannya adalah menemani istri melahirkan atau keguguran kandungan.
Lebih lanjut, dalam Pasal 93 ayat 4 UU Ketenagakerjaan para suami yang menemani istrinya lahiran bisa mengambil cuti selama dua hari dan tetap dibayarkan upahnya untuk 2 hari tersebut. Ketentuan mengenai cuti ini perlu diatur dalam perjanjian kerja, PP maupun PKB.
Cuti Melahirkan Untuk Suami dalam RUU KIA
Isu mengenai cuti melahirkan untuk suami atau cuti ayah ramai diperbincangkan semenjak pemerintah mengesahkan RUU KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak) menjadi Undang-Undang pada 4 Juni 2024. Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam RUU KIA tersebut adalah terkait cuti melahirkan bagi ibu dan ayah.
Sebenarnya dalam UU Ketenagakerjaan pun pemerintah telah mengatur mengenai hal tersebut. Namun terdapat perbedaan pada durasi cuti yang bisa didapatkan.
Dalam RUU KIA pekerja perempuan yang hamil dan melahirkan berhak untuk mendapatkan cuti maksimal selama 6 bulan yang dibagi menjadi 3 bulan pertama dan 3 bulan selanjutnya apabila ada kondisi tertentu berdasarkan keterangan dokter. Dijelaskan dalam pasal 4 Ayat 5 UU KIA kondisi tertentu yang dimaksud yaitu:
- Ibu mengalami masalah kesehatan.
- Ibu mengalami gangguan kesehatan.
- Komplikasi pasca persalinan atau keguguran.
- Bayi yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan dan atau komplikasi.
Dilansir dari laman Hukumonline, cuti melahirkan untuk suami dalam UU KIA adalah 2 hari dan dapat diperpanjang selama 3 hari setelahnya sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi kerja Kebijakan mengenai paternity leave ini juga telah dipraktikkan oleh beberapa negara dunia dengan durasi waktu yang lebih lama diantaranya adalah:
- Norwegia 16 minggu.
- Swedia 10 minggu.
- Finlandia 7 Minggu.
Manfaat Memberikan Cuti Melahirkan Untuk Suami
Suami dan ayah memiliki peran penting dalam kesejahteraan keluarga. Terlebih lagi ketika istri baru saja menyelesaikan proses persalinan yang mana sangat membutuhkan dukungan dari suami.
Dengan adanya regulasi mengenai cuti melahirkan bagi para suami, hal ini tentu akan sangat bermanfaat bagi suami yang ingin mendampingi istrinya. Ada beberapa manfaat mengapa ketentuan paternity leave ini menjadi penting, yaitu:
- Suami dapat memberikan dukungan kepada istri.
- Mencegah depresi dan kelelahan pada ibu yang baru saja melahirkan.
- Membangun ikatan dengan anak.
Cara Mengajukan Paternity Leave
Mengingat manfaat yang diberikan dari paternity leave dan hal tersebut juga merupakan hak pekerja maka jangan ragu untuk mengajukan cuti tersebut. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mengajukan cuti, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pertimbangkan Waktu Pengajuan
Saat akan mengambil cuti melahirkan untuk suami pastikan untuk mempertimbangkan waktu yang tepat. Sesuaikan dengan jadwal perkiraan kelahiran dan ajukan dari jauh-jauh hari.
Selain itu mendiskusikan hal ini dengan atasan juga diperlukan untuk mendapatkan masukan mengenai waktu cuti yang bisa diambil. Jika berdasarkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja laki-laki yang mendampingi istrinya melahirkan berhak untuk cuti selama 2 hari dan tetap dibayarkan upahnya untuk dua hari tersebut.
2. Selesaikan Pekerjaan Sebelum Cuti
Menyelesaikan pekerjaan sebelum mengambil cuti adalah bentuk tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Selain itu dengan menyelesaikan pekerjaan sebelum cuti, para suami juga bisa lebih fokus mendampingi istri dan mengurus anak.
Nah, itu tadi adalah penjelasan mengenai cuti melahirkan untuk suatu atau dikenal juga dengan cuti ayah. Kesempatan cuti ini menjadi penting dan sangat bermanfaat bagi para istri dan juga suami untuk mendampingi istrinya yang baru saja melahirkan.
Kelas HR
Grow Together